Nama :
Raysa Aprilia
NPM : 16112034
Kelas :
1 KA 06
Ilmu Sosial Dasar
Masalah Pertentangan-Pertentangan Sosial &
Integrasi
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi individu itu sendiri. Jika individu berhasil dalam memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasa puas dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kepentingan ini akan banyak menimbullkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya.
Pada umumnya secara pskologis
dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu, yaitu kepentingan untuk
memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/pskologis. Oleh karena
individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis
didalam aspek pribadinya baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya
timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan tersebut secara
garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan lingkungan
sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu. Perbedaan
pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu dalam hal kepentingannya,
meskipun dengan lingkungan yang sama. Sebaliknya lingkungan yang berbeda akan
memungkinkan timbulnya perbedaan individu dalam hal kepentingan meskipun
pembawaannya sama.
v Prasangka dan
Driskiminasi
Prasangka dan
diskriminasi adalah dua hal yang ada relevan, Kedua tindakan tersebut dapat
merugikan pertumbuhan, perkembngan dan bahkan integrasi masyarakat.
Prasangka mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sifat bermusuhan sudah nampak. Melalui proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk membeda-bedakan. Kerugiannya prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun-menurun) sehingga tidak heran kalu prasangka ada pada mereka yang berpikirnya sederhana dan masyarakat yang tergolong cendikiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan.
Prasangka mempunyai dasar pribadi, dimana setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sifat bermusuhan sudah nampak. Melalui proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk membeda-bedakan. Kerugiannya prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun-menurun) sehingga tidak heran kalu prasangka ada pada mereka yang berpikirnya sederhana dan masyarakat yang tergolong cendikiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan.
Perbedaan terpokok
antara prasangka dan diskriminatif adalah bahwa prasangka menunjukkan Sikap
seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau sudah bertingkah laku.
Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap pertentangan dengan tingkah laku atau
tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai
tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realities. Dengan demikian
diskriminatif merupakan tindakan yang relistis, sedangakn prasangka tidak
realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka bisa
diartikan sebagai suatu sikap yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan
generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah dan dibarengi proses
simplivikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap suatu relita.
Jika prasngka itu
disertai agresifitas dan rasa permusuhan, semunaya tidak bias disalurkan secara
wajar, biasanya orang yang bersangkutan lalu mencari objek’kambing hitam’ yaitu
suatu objek untuk melmpiasakan segenap prestast dan rasa-rasa negatif, yang
biasanya berwujud indivdu atau kelompok sosial.
v ETHNOSENTRISME
dan STEREOTYPE
Perasaan dalam dan
luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan
ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok mempunyai kecenderungan
untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok sendiri sebagai
utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan sebagainya, dan segala
yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri dipandang kurang baik,
tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan sebagainya.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme, yaitu sikap
untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan
ukuran-ukuran kebudayaan sendiri.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya lebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksa
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan jelek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek mengdeskreditkan atau mengkambing hitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya lebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksa
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan jelek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek mengdeskreditkan atau mengkambing hitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif.
v ANALISA
PERTENTANGAN SOSIAL
Konsep Tentang Masalah
Sosial
Secara sederhana,
konsep masalah sosial seringkali dikaitkan dengan masalah yang tumbuh
dan/berkembang dalam kehidupan komunitas. Apapun masalah itu jika berada dalam
kehidupan suatu komunitas akan selalu dikaitkan sebagai masalah sosial.
Benarkah? Jika ditinjau dari dimensi sosiologi sebagai sebuah ikmu sosial yang
selama ini sering menganalisis, mensintesis dan juga memprognosis berbagai
masalah sosial, pernyataan itu salah. Dalam prespektif sosiologi, tidak semua
masalah yang timbuh atau berkembang dalam kehidupan suatu komunitas adalah
masalah sosial. Istilah sosial ini tidaklah identik dengan komunitas, namun
hanya menunjukkan bahwa masalah itu berkaitan dengan tata interaksi, interelasi
dan interdepensi antar anggota komunitas. Dengan kata lain, istilah sosial
dalam masalah sosial menunjukkan bahwa masalah itu berkaitan dengan prilaku
masyarakat.
Oleh karena itu, jika ditinjau dari teoritik, ada banyak factor penyebab terhadap tumbuh atau berkembangnya suatu masalah sosial. Secara umum, factor penyebab itu meliputi faktor structural, yaitu pola-pola hubungan antar-individu dalam kehidupan komunitas dan faktor cultural, yaitu nilai-nilai yang tumbuh atau berkembang dalam kehidupan komunitas. Adanya perubahan kedua faktor itulah, yang selama ini diteoriakan sebagai faktor penyebab utama munculnya masalah sosial.
Oleh karena itu, jika ditinjau dari teoritik, ada banyak factor penyebab terhadap tumbuh atau berkembangnya suatu masalah sosial. Secara umum, factor penyebab itu meliputi faktor structural, yaitu pola-pola hubungan antar-individu dalam kehidupan komunitas dan faktor cultural, yaitu nilai-nilai yang tumbuh atau berkembang dalam kehidupan komunitas. Adanya perubahan kedua faktor itulah, yang selama ini diteoriakan sebagai faktor penyebab utama munculnya masalah sosial.
v INTEGRASI
MASYARAKAT SOSIAL
Integrasi Masyarakat dan Nasional, Integrasi
masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat,
mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara
keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya
konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi.
Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi,
asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat
secara keseluruhan. Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu
mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi
konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem
yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena
itu untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan
mengatasi atau mengurangi prasangka
Perlu dicari beberapa bentuk akomodatif yang
dapat mengurangi konflik sebagai akibat dari prasangka, yaitu melalui empat sistem,
diantaranya ialah :
1.
Sistem budaya seperti
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2.
Sistem sosial seperti
kolektiva-kolektiva sosial dalam segala bidang.
3. Sistem kepribadian
yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan (persepsi),
perasaan (cathexis), pola-pola penilaian yang dianggap pola-pola
keindonesiaan.
4. Sistem Organik
jasmaniah, di mana nasionalime tidak didasarkan atas persamaan ras.
Untuk
mengurangi prasangka, keempat sistem itu harus dibina, dikembangkan dan
memperkuatnya sehingga perwujudan nasionalisme Indonesia dapat tercapai.
KESIMPULAN
Dengan berpegang pada
prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau di dalam masyarakat
pada hakekatnya merupakan manifestasi pemenuhan dari kepentingan itu sendiri.
Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri
individu yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan
sosial/psikologis. Oleh karena itu individu mengandung arti bahwa tidak ada dua
orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani
maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal
kepentingannya. Perbedaan-perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh
2 faktor, yaitu faktor pembawaan (Hereditas) dan faktor lingkungan sosial
sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu.
Sikap enthosentrisme
ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak
sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu
anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama
itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan
ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek,
mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu.
Stereotype diartikan sebagai tanggapan mengenai sifat-sifat dan waktu pribadi
seseorang atau golongan yang bercorak nnegatif sebagai akibat tidak lengkapnya
informasi dan sifatnya yang subjektif.
Sumber :
Sumber :
- http://yuliantidwisaputris.blogspot.com/2010/11/masalah-individu-keluarga-masyarakat.html Selasa, 09 November 2010 21:25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar